DIALISIS PERITONEAL
Dialisis peritoneal adalah
salah satu bentuk dialisis untuk membantu penanganan pasien GGA maupun GGK,
menggunakan membran peritoneum yang bersifat semipermeabel. Melalui membran
tersebut darah dapat difiltrasi. Keuntungan dialisis peritoneal bila
dibandingkan dengan hemodialisis, secara teknik lebih sederhana, cukup aman
serta cukup efisien dan tidak memerlukan fasilitas khusus, sehingga dapat dilakukan
di setiap rumah sakit. Dialisis peritoneal dapat berupa :
a) Intermittent Peritoneal
Dialysis (IPD). Dilakukan 3-5 kali perminggu dan tiap kali dialisis selama
8-14 jam. Jadi pada prinsipnya sama seperti HD kronik hanya waktu yang
diperlukan setiap kali dialisis lebih lama karena efisiensinya jauh dibawah HD.
b) Continous Cyclic Peritoneal
Dialysis (CCPD). Dilakukan tiap hari dan dilakukan waktu malam hari,
penggantian cairan dialisat sebanyak 3-4 kali. Cairan dialisis terkahir
dibiarkan dalam kavum peritoneum selama 12-14 jam. Pada waktu malam cairan
dialisis dibiarkan dalam kavum peritoneum selama 2,5-3 jam.
c) Continous Ambulatory
Peritoneal Dialysis (CAPD). Dilakukan 3-5 kali per hari, 7 hari per minggu dengan setiap
kali cairan dialisis dalam kavum peritoneum (dwell-time) lebih dari 4 jam. Pada
umumnya dwell-time pada waktu siang 4-6 jam, sedangkan waktu malam 8 jam. CAPD
memberikan klirens ureum sama dengan yang dicapai HD 15 jam per minggu.
Susunan cairan dialisat
mengandung elektrolit dengan kadar seperti pada plasma darah normal. Komposisi
elektrolit cairan dialisat bervariasi. Pada umumnnya cairan dialisat tidak
mengandung kalium, karena tujuannya untuk mengeluarkan kalium yang tertimbun
karena terganggunya fungsi ginjal. Bila DP dilakukan pada pasien dengan kadar
kalium dalam batas normal, untuk mencegah terjadinya hipokalemia, dalam cairan
dialisat dapat ditambahkan kalium 3,5 – 4,5 mEq/liter cairan dialisat. Heparin
ditambahkan dalam cairan dialisat dengan tujuan untuk mencegah pembentukan
fibrin yang dapat mengganggu aliran cairan, biasanya diberikan pada permulaan
dialisat dengan dosis 500-1000 U tiap 2 liter cairan.
Indikasi pemakaian DP, antara
lain GGA, GGK, gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, atau asam basa,
intoksikasi obat atau bahan lain, keadaan klinis lain dimana DP telah terbukti
manfaatnya. Kontraindikasi absolut tidak ada. Kontraindikasi relatif yaitu
keadaan yang kemungkinan secara teknis akan mengalami kesulitan atau memudahkan
terjadinya komplikasi seperti gemuk berlebihan, perlengketan peritoneum,
peritonitis lokal, operasi atau trauma abdomen yang baru saja terjadi, kelainan
intraabdomen yang belum diketahui sebabnya, luka bakar dinding abdomen yang
cukup luas terutama bila disertai infeksi atau perawatan yang tidak adekuat.
Komplikasi dapat berupa
komplikasi mekanis, komplikasi metabolik dan komplikasi radang. Komplikasi mekanis yaitu
perforasi organ abdomen, perdarahan yang dapat menyumbat kateter, gangguan
drainase (aliran cairan dialisat), bocornya cairan dialisat, serta perasaan
tidak enak dan sakit dalam perut. Komplikasi metabolik yaitu gangguan
keseimbangan cairan, eletrolit, dan asam basa, gangguan metabolisme karbohidrat
pada pasien DM, kehilangan protein yang terbuang lewat cairan dialisat, dan
sindrom disequilibrium. Komplikasi radang yaitu infeksi alat pernapasan,
sepsis, dan peritonitis.
II.
SARAN DAN KESIMPULAN
Dialisis
peritoneal adalah salah satu bentuk dialisis untuk membantu penanganan pasien
GGA maupun GGK, menggunakan membran peritoneum yang bersifat semipermeabel.
Melalui membran tersebut darah dapat difiltrasi. Keuntungan dialisis peritoneal
bila dibandingkan dengan hemodialisis, secara teknik lebih sederhana, cukup
aman serta cukup efisien dan tidak memerlukan fasilitas khusus, sehingga dapat
dilakukan di setiap rumah sakit.
by : Ns, Pt Priambada Putra ,Skep
DAFTAR PUSTAKA
1. Wijaya, Awi Mulyadi;dr.
Rabu, 27 Januari 2010. http://www.infodokterku.com/index.php?option=com_content&view=article&id=68:terapi-pengganti-ginjal-atau-renal-replacement-therapy-rrt&catid=29:penyakit-tidak-menular&Itemid=18.
Terapi Pengganti Ginjal atau Renal
Replacement Therapy (RRT).
2. Daugridas, JT. Cronic
Hemodyalisis Prescription : A Urea Kinetic Approach. Daugirdas JT, Ing TS (Eds)
Handbook of Dialysis 3dh edition by Lippincott Williams and Willkins Publisers
2000 : 12-47.
3. Rahardjo P., Susalit E.,
Suhardjono. Hemodialisis. Dalam Buku AJar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV,
4. Xue JL, Ma JZ, Louis TA,
Collins AJ: Forecast of the number of patients with end-stage renal disease in
the United States to the year 2010. J Am Soc Nephrol 12:2753-2758, 2001.
5. Albert Lasker : Award for
Clinical Medical Research. J Am Soc Nephrol 13:3027-3030, 2002.
6. Kinchen KS, Sadler J, Fink
N, et al: The timing of specialist evaluation in chronic kidney disease and
mortality. Ann Intern Med 137:479-486, 2002
7. Vanholder R, De Smet SR:
Pathophysiologic effects of uremic retention solutes. J Am Soc Nephrol
10:1815-1823, 1999.
8. Jonathan Himmelfarb, MD.
Hemodialysis Complications. American Journal of Kidney Disease, vol 45, No.6
(June); 2005: pp 1125-1131.
9. Doenges,M.E., Moorhouse,
M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan
pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M.,
Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta.
10. Ganong, W. F., 1998, Buku
ajar: Fisiologi kedokteran. Edisi 17. EGC, Jakarta.
11. Guyton, A. C. & Hall, J.
E., 1997, Buku ajar: Fisiologi kedokteran. Edisi 9. EGC, Jakarta.
12. Havens, L. & Terra, R.
P, 2005, Hemodialysis. Terdapat pada: http://www.kidneyatlas.org.
13. NKF, 2006, Hemodialysis.
Terdapat pada: http://www.kidneyatlas.org.
14. PERNEFRI, 2003, Konsensus
dialisis. Sub Bagian Ginjal dan Hipertensi–Bagian Ilmu Penyakit dalam. FKUI-RSUPN
Dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta.
15. Price, S. A. & Wilson,
L. M., 1995, Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit, Edisi 4, EGC,
Jakarta.
16. Rose, B. D. & Post, T.
W, 2006, Hemodialysis: Patient information, Terdapat pada: http://www.patients.uptodate.com.